Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Dosen UNAIR Raih PhD dengan “Outstanding Contribution Award” dari NCTU Taiwan

Kabar gembira datang dari Ksatria Airlangga di Negeri Taiwan. Ialah Imam Yuadi, dosen dari Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan (IIP) FISIP UNAIR yang meraih penghargaan bergengsi dari National Chiao Tung University (NCTU). Pada lulusan tahun 2017, penghargaan ini diberikan oleh presiden NCTU kepada lima lulusan doktor dari lima departemen yang berbeda. Baca Juga :  Indonesia Perlu Memperkuat Diplomasi Ekonomi Meski Imam berlatar belakang dari ilmu sosial, tidak mematahkan semangatnya untuk menekuni bidang sains “Digital Forensics” yang merupakan rumpun ilmu komputer. “Bahkan disertasi saya mengangkat judul “Digital Forensics of Printed Sources Identification” yaitu investigasi terhadap dokumen tercetak untuk menentukan jenis printer aslidengan menggunakan metode “machine learning”,” jelasnya. Selama studi, Imam telah menghasilkan 8 karya yang terpublikasi internasional yaitu 4 jurnal internasional yang terindeks di  Science Citation Index (SCI)  maupun Scopus dan 4 pub

Indonesia Perlu Memperkuat Diplomasi Ekonomi

Indonesia perlu memperkuat diplomasi ekonomi dalam forum 20 negara-negara dengan ekonomi terkuat, G-20. Pasalnya, selama ini Indonesia dianggap memiliki inisiatif yang bagus namun tak diimbangi dengan penguatan posisi diplomasi ekonomi. Pernyataan tersebut disampaikan oleh pengajar Departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Joko Susanto, M.Sc., Jumat (25/8). “Kita punya inisiatif yang bagus tapi pada saat yang sama kita masih belum jelas posisinya,” tutur Joko dalam sarasehan bertajuk “Optimalisasi Pembangunan Daerah melalui Diplomasi Ekonomi Indonesia pada Forum G-20”. “ Indonesia is a big boy at the crossroads . Reformasi membawa kita pada persimpangan. Namun, pada aspek ekonomi, kita lebih menekankan pada  scale  dibandingkan  effective power . Ini lebih memuat aspek politik dibandingkan kinerja ekonomi,” tambahnya. Airlangga Pribadi Kusman, Ph.D., dalam forum yang sama, mengatakan ada sejumlah fenomena di Indonesia yang m

Wujudkan Indonesia Merdeka dari Hoax

Perkembangan arus informasi yang sedemikian cepat membawa pengaruh buruk berupa penyebaran informasi yang tak kredibel atau  hoax . Pakar komunikasi massa Effendi Gazali menyebutnya sebagai gaya penjajahan baru di bidang teknologi dan budaya. “Dulu kita melawan penjajahan Belanda dan bangsa-bangsa asing. Imperialisme secara fisik. Sekarang, (Indonesia dijajah) media sosial. Kita merayakan kebebasan bermedia tanpa etika. Tanpa memikirkan akibatnya. Itu adalah penjajahan baru. Imperialisme teknologi dan budaya,” terang Effendi usai menguji disertasi Drs. Suko Widodo, MA, Rabu (16/8). Baca Juga :  Mewujudkan ‘Kemerdekaan’ Pelayanan Kesehatan Selain masalah  hoax , Effendi menyebut permasalahan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah ketimpangan ekonomi. Data yang dirilis oleh lembaga-lembaga menyebutkan, harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta seratus juta orang miskin. Ia mengatakan, ketimpangan ekonomi tersebut bukan saja akibat perekonomian saat in

Mewujudkan ‘Kemerdekaan’ Pelayanan Kesehatan

Kemerdekaan dimaknai luas oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U (K), menyeluruh di segala aspek kehidupan masyarakat. Seperti  merdeka dalam menyampaikan ide dan gagasan, merdeka dalam mengenyam pendidikan, hingga merdeka dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. “Dengan catatan, kemerdekaan ini tetap berada di dalam koridor aturan  moral agama, Undang-Undang Dasar 1945, dan Pancasila sebagai dasar negara,” ungkapnya. Dalam aspek pendidikan, Soetojo menilai saat ini semakin terbuka luas kesempatan bagi siapa saja untuk mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, seperti halnya program bantuan pendidikan Bidikmisi yang berhasil memberikan peluang bagi siapa saja untuk dapat menikmati bangu perkuliahan. Sehingga tak ada lagi yang namanya diskriminasi antara si kaya dengan si miskin, si anak kota dan si anak desa. Melalui Bidikmisi, Soetojo berharap, program ini tidak hanya untuk jenjang mahasiswa saja, sebisa mungkin

Berikanlah Hak Anak untuk Hidup Sehat dengan Vaksinasi

Keberhasilan pembangunan menjadi tantangan pasca kemerdekaan. Sedangkan, keberhasilan pembangunan ditentukan oleh kualitas kesehatan warga negara. Untuk itulah, hak warga untuk hidup sehat wajib dipenuhi. Salah satunya dengan menghambat datangnya penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan vaksinasi. Menurut Nur Hasmadiar, mahasiswa S-2 Administrasi Kebijakan Kesehatan , warga Indonesia belum sepenuhnya menyadari tentang pentingnya vaksinasi. Keadaan ini diperparah dengan sebaran informasi di media sosial yang tak didukung fakta saintifik. Padahal, sejumlah penyakit seperti polio, campak, dan hepatitis bisa dicegah dengan vaksinasi. Baca Juga :  Merdeka Berarti Mampu Hidup Mandiri “Yang jadi isu sekarang kan tentang vaksinasi. Banyak yang menolak karena katanya haram dan alasan-alasan lainnya yang nggak masuk akal sampai yang berbau mistis. Padahal imunisasi  kan  hak anak dan wajib diberikan. Itu sudah terbukti halal dan negara-negara agamis lainnya juga mewajibkan masyarakat un

Merdeka Berarti Mampu Hidup Mandiri

Hari Kemerdekaan menjadi momen penting bagi sejarah Indonesia. Maka, dalam perayaan kemerdekaan, setiap warga berhak untuk terbebas dari paksaan ataupun tekanan orang-orang sekitar. Itulah yang diungkapkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ( MPM ) Universitas Airlangga , Bayu Ari Eka. Merdeka dari paksaan berarti setiap warga negara Indonesia harus dapat mandiri tanpa terkurung dari sesuatu yang mengikat. Ketika seseorang terikat oleh sesuatu yang dipaksakan, menurut Bayu, hal itu belum dapat dikatakan sebagai kemerdekaan. Oleh karena itu, dirinya mengimbau agar warga negara berekspresi tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum , Bayu melihat bahwa masalah penting yang seharusnya segera diselesaikan adalah ketegasan hukum mengenai penyebaran informasi yang tidak kredibel. “Munculnya berbagai berita  hoax  dapat dimaknai bahwa belum adanya penguatan terhadap UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) sehingga membuat masyarakat tidak ber

Membendung Radikalisasi di Kampus, Mencegah Bibit Terorisme

PADA  tahun 2011, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerbitkan sebuah laporan yang cukup mencengangkan. Dalam laporan itu disebutkan telah terjadi peningkatan paham radikalisme di lima kampus besar di Indonesia, yakni UGM, UI, IPB, Undip, dan UNAIR . Studi yang lebih baru pada tahun 2013 yang dilakukan Maarif Institute, yang rupanya mengonfirmasi hasil penelitian LIPI, menunjukkan bahwa ekspansi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) –suatu gerakan radikal atas nama Islam yang menolak NKRI – terjadi akibat meluasnya paham radikalisme di kampus. Baca Juga : Budi Pekerti, Nusantara, dan Pramuka Hasil penyelidikan terhadap aksi teror di Jakarta pada awal 2016 lalu semakin menegaskan betapa kampus menjadi “ladang subur” bagi merebaknya pemahaman radikal yang kemudian menghasilkan bibit teroris. Otak aksi tersebut, Bahrun Naim, adalah seorang pemuda yang mulai melibatkan diri dalam gerakan radikal sejak ia kuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pemahaman radikal ya